Bismillah…..
Inilah aku dan kehidupanku, aku tahu dunia hanya singgahan sementara
dan alam yang kekal abadi tengah menunggu, inilah aku dan
kehidupanku,setiap taqdir yang tergores tidak luput dari hikmah
didalamnya,
Aku perempuan lemah dengan segala kekurangan mengharap suatu
keberkahan yang bisa membuat rumah tangga kami dalam limpahan rahmat MU
ya Rabb. mungkin aku masih belum pantas dikarunia seorang anak, ini
taqdir yang mesti aku jalani, walau terkadang hati menangis ,merintih
mendamba seorang anak yang bisa menjadi kebanggaan orang tua,
Inilah aku dan kehidupanku, aku perempuan lemah yang setiap yang ada
didiri dan jiwaku adalah atas kendali MU, lalu apakah aku salah jika Aku
tidak bisa menumbuhkan janin dalam rahimku?
Aku tidak punya kekuatan untuk melakukan itu,aku tidak punya
apa-apa,aku bukan apa-apa dan aku perempuan yang papa, tanpa rahmat MU
ya Rabb, tidak mungkin aku bisa bertahan sampai detik ini, betapa aku
sangat bersyukur setiap kebahgian yang datang dalam keluarga kami,..
.
Sungguh ENGKAU maha tahu,Engkau tidak memberi apa yang kami
minta,namun ENGKAU memberi apa yang kami butuhkan, Rabb ampuni aku
saudari-saudari ku terlebih suamiku yang aku cintai, dia tidak bermaksud
begitu,dia tidak sengaja tidak memperdulikan aku,
Engkau MAHA tahu ya Rabb.
Dwi Cahya Ramadani
Rabu, 20 April 2016
Kamis, 04 Juli 2013
KEKURANGAN ITU SEMANGAT
Malam
yang menegangkan, hanya suara bising kendaraan dengan kesibukan setiap manusia
serta desahan angin yang ikut meramaikan pertengkaran dua sahabat yang sampai
saat itupun belum mendapatkan pencerahan akan masalah yang dihadapinya.
“Tidak ada yang tidak mungkin, dan aku harus
menjadi pemenang dalam perlombaan itu”.
“Sadar
Mica, hasil dari perlombaan itu sudah di umumkan, dan kamu harus menerima
hasilnya, tolong.. sportiflah Mica”.
“Hasilnya
yang tidak sportif, aku sudah berbuat semaksimal mungkin untuk memenangkan
perlombaan itu, tapi apa?”.
“jangan
berlagak bodoh seperti itu Mica, dalam perlombaan kalah menang itu biasa,
lagian sikapmu sekarang tidak menandakan bahwa kamu menerima kekalahanmu itu”.
“Tidak,
aku harus menang, dan jika kekalahan itu memang terjadi, aku pun harus
mengakhiri kekalahan itu”.Terlihat Mica melompat dari jendela hingga tak nampak
dari padangan Panda.
“Micaaaaaa”
teriakan Panda yang begitu lantang memanggil nama Mica yang dilanjutkan dengan
isak tangis yang begitu perih.
***
“Micaaa”.
Teriak Panda
“Ya Allah, sampai kapan mimpi ini
akan terus menghantui HaMbamu ini?”. Keluh Panda dalam
hati.
Segera
Panda beranjak dari tempat tidur empuk yang berwarna ungu dan melepaskan boneka
doraemon kesayangannya dari pelukannya, hanya boneka doraemon itu yang selalu
menemani Panda saat mengalami ketakutan akan mimpi itu. Panda segera menuju
kerang air dan mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat Tahajjut. Kegiatan
seperti ini selalu Panda lakukan saat terbangun dari tidurnya dan memipikan
Mica.
“sampai
kapan hamba harus terus mengulangi mimpi ini ya Allah, hamba lelah, hamba
takut. Aku telah mengikhlaskan Mica pergi dan kembali disisi-Mu ya Allah,
jagalah Mica agar dia bisa tenang disamping-Mu, dan akan ku haturkan doa-doa
dalam setiap shalatku untuk sahabatku Mica”. Panda lalu mengusap kedua telapak
tangannya pada wajahnya seraya telah menyelesaikan shalatnya. Segera panda
melipat muknah dan sajadah yang dipakainya dan diletakkannya pada meja panjang
berwarna ungu yang dihiasai dengan miniatur doraemon dan foto-fotonya bersama Mica.
Kehangatan
kembali Panda rasakan saat berbaring di tempat tidur berwarna ungu bersama
boneka doaemon kesayangannya yang selalu memberikan Panda kenyamanan saat
merasakan lelah, dan menjadi saksi akan tangisan dan kebahagiaan yang merupakan
alur hidup setiap insan manusia.
Mata
Panda terus menerawang langit-langit kamarnya yang sangat indah, berlatar awan
dengan penerang berwarna biru membawa panda kembali di alam mimpinya. Dan
semoga kali ini Panda tidak bermimpi tentang Mica lagi.
***
“shalat subuh”. Dengan tergesah-gesah Panda
beranjak dari posisi nyamannya tanpa mengucapkan sepatah katapun berlari
mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh pada pukul 06.30 pagi.
Hal
itu merupakan kegiatan rutin Panda, dari pada tidak melakukannya sama sekali.
Toh Dosen Panda juga pernah berkata “jika waktu shalat subuh telah lewat, kita
masih bisa melakukan shalat dua rakaat tersebut asalkan saat terbangun dari
tidur jangan melakukan aktivitas apapaun kecuali berwudhu dan melaksanakan
shalat subuh kita yang tertinggal”. Tapi kalau bisa shalat subuh tepat waktu
lebih baik kan? J
“Assalamualaikum
warahmatullah, Assalamualaikum warahmatullah”. Memalingkan wajah ke kanan dan
kiri menandakan Panda telah melaksanakan shalat subuh dan selanjutnya
melaksanakan aktivitas yang tak penah Panda tinggalkan kecuali saat sakit, yups
Mandi.. “Doraemon towel, Doraemon hair coverings, I am coming shower shower”.
Cewek
yang bernama Panda tapi suka Doraemon ini sangat suka memakai penutup rambut
saat mandi pagi, because Panda is a muslim Woman, and must wear headscarves.
Kalau pakai jilbab saat rambut basah katanya nanti kutuan, ihhh… kan tidak baik
udah dewasa masih kutuan, kayak cewek tidak terurus saja.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 07.55, tinggal lima menit lagi pukul 08.00 dan Panda
harus bergegas kekampus, dosen kali ini sangat killer, jangan sampai Panda
tidak diizinkan mengikuti pelajar bapak Eko lagi. “Assalamualaikum” dan
“Bruuuuuuuuuuummmmm” motor Beat merah dengan DD 3097 ZN langsung melesat
meninggalkan rumah sederhana yang berwarna ungu dengan model yang sangat
minimalis.
***
“Assalamualaikum,
maaf pak saya terlambat”. Sambil menundukkan kepala seraya memohon maaf. Dan
saat mengangkat kepala dari permohonan maaf terlihat teman-teman ruangan Panda
terlihat tersenyum, tapi senyumnya kali ini sangat berbeda, bukan tawa geli
atau senyum mengejek melihat Panda terlambat dan sebentar lagi akan dihukum
oleh pak Eko.
“Cie
Cie Panda” ejek salah satu teman kelas Panda yang disusul dengan teman yang
lain.
“apa
sih?” Tanya Panda dengan sangat heran “Pak, saya boleh masuk?”.
“kali
ini boleh Panda, silahkan” seru pak Eko “dan bapak akan mengulang kembali
pembahasan kita berhubung pemeran utama yang selalu kesiangan baru saja
datang”. Ejek pak Eko yang diikuti dengan tawa anak-anak sekelas Panda.
“ada apa ini?”. Detakan jantung Panda
sangat terasa cepat, nafasnya terasa sesak, Tanyanya dalam hati “ada apa? Kenapa? Apakah ini bertanda baik
atau tidak?”.
“kenapa
panda parasmu sangat pucat seperti dirimu sangat ketakutan?” Tanya pak Eko
“wajar saja sih, karena dirimu datang disambut dengan perasaan bangga dan
senyum bahagia kawan-kawanmu”.
“memang
ada apa pak?” Tanya Panda sekali lagi
“Kampus
mendapat undangan dari dinas pendidikan agar Azizah Panda Azzahra mengikuti
perlombaan menulis artikel social mewakili Sulawesi Selatan di kanca Nasional,
untuk juara pertama akan mendapatkan pendidikan menulis disalah satu
Universitas di AS, bagaimana Panda?”.
“Panda
pasti terima tawarannya lah pak, secara Panda sangat ingin menjadi seorang
penulis” seru Rinda salah satu teman Panda yang berada di ruangan segi empat
lumayan kecil dan lumayan panas tersebut.
“ke..
ke.. ke.. napa saya pak?”
“petanyaan
bagus Panda, katanya salah satu pegawai Dinas Pendidikan sering membaca blog
dirimu, dan setelah mengetahui ada perlombaan seperti ini, pegawai itu dengan
lincahnya memberikan alamat Blog dirimu kepada pak Kadis Pendidikan, dan
benar.. tulisan di Blog dirimu sangat indah Panda, dirikupun sudah melihat Blog
dirimu dan mengakui hal tersebut.”.
“Mi..
Mica”. Semua teman kelas Panda serentak berbalik menatap Panda dengan berbagai
ekspresi.
***
Desahan
nafas begitu cepat, sangat cepat, semakin cepat, lebih cepat dan terdengar
begitu menakutkan. “Micaaa” kembali Panda mengalami mimpi yang sama dan terekam
sangat jelas dalam benak Panda, setiap kata dan tindakan terlihat begitu nyata.
Kembali pandapun mengambil wudhu dan shalat seraya berserah pada sang khalik,
tapi kali ini sangat berbeda. Panda tidak kembali berbaring di tempat tidur
kesayangannya itu, segera Panda langkahkan kaki menuju meja yang penuh dengan jejeran
buku serta komik doraemon, segera panda membuka laptop yang diselimuti dengan
garskin doraemon dan memikirkan apa yang akan
Panda tulis untuk perlombaan nanti.
“artikel
social, ehm.. apa ya??”
“social,
yang berhubungan dengan social itu apa ya? Penyimpangan sosial, latar belakang, toleransi”. BRAKKKKKKKKK..
aliran darah Panda seakan berhenti, “Toleransi? Micaaa”. Keheningan tiba-tiba
pecah, suara tangisan Panda membuat ruangan yang tadinya tenang menjadi penuh
dengan gemuruh suara tangisan. “Micaaa, kamu salah persepsi tentang semuanya,
kamu egois Mica, pandanganmu salah, dan karena itu kamu menyiksaku hingga saat
ini”. Begitu sangat teririsnya hati Panda dan diapun tak sadar suara
tangisannya semakin menggelegar hingga semua orang yang berada satu atap
bersama Panda terbangun dari bunga tidurnya.
“Panda?
Kamu kenapa nak?”. Terlihat begitu paniknya ibu Panda hingga mengetuk pintu
seakan ingin mendobrak pintu kamar Panda.
Lekas
Panda menghapus air mata di pipi dan selah matanya, dengan masih terisak Panda
membuka pintu kamarnya. terlihat Ibu, Ayah, dan adik panda berdiri dibalik
pintu kamar yang bergambar Doraemon itu dengan wajah panic, “Ibu, Ayah, nanda?
Kalian kenapa?” sentak Panda tertawa melihat ekspresi tiga orang yang Panda
sangat sayang begitu panik bercampur dengan ekspresi kantuk mereka.
“Kamu
yang kenapa Nak? Nangis jam segini, ada masalah apa Panda? Tanya Ayah.
“tidak
apa-apa yah, Panda cuma mengingat Mica lagi”.
“weleh
weleh, kak Panda ada-ada aja, orang yang sudah tidak ada di ingat terus, bagaimana
kak Mica mau tenang” ucap Nanda dengan memelas sambil meninggalkan Panda, Ibu
dan Ayah menuju kamarnya.
“ya
sudah nak, kamu tidur saja, tidak usah memikirkan hal yang tidak-tidak” tegur
ibu.
“iya
Ibu”. Ibu dan Ayah lalu meninggalkan Panda di balik pintu ungu yang
bergambarkan doraemon tersebut
Kembali
Panda berjalan menuju laptop yang sudah dari tadi menunggu untuk disentuh, tapi
tak kunjung tersentuh juga, Panda hanya kembali menutup laptop tersebut dan
kembali ke tempat tidur ungu untuk mengambil posisi ternyamannya dengan memeluk
boneka doraemon kesayangannya seraya berfikir tentang ucapan Nanda sang adik.
“benar,
aku tidak akan bisa melupakan Mica jika setiap saat Mica terus saja menggeluti
otakku, tapi aku tidak bisa, mimpi itu selalu menggangguku dan memaksaku untuk
memikirkan Mica”. Panda memandang jejeran foto-foto dirinya bersama almarhum
sahabatnya Mica dekat jejeran miniatur doraemon di meja ungu tempat menyimpan
segala keperluan penting Panda.
“aku
harus bagaimana Mica? Aku ingin ikut perlombaat menulis itu, tapi aku takut,
semangatku hilang setiap kali mengingat kejadian itu, disaat keyakinan akan
kemenangan telah didepan mata, tapi kekecewaan yang kita dapatkan karena kita
berbeda, aku takut!!1”. Panda kembali meneteskan berlian dari kedua matanya
tanpa mengeluarkan suara isak tangis.
Suara
adzan subuhpun kembali terdengar, tetapi Panda tak kunjung dapat memejamkan
mata, begadangnya kali ini sia-sia karena tak sedikitpun Panda mengerjakan artikel
itu. Setelah Panda mengerjakan kewajibannya sebagai umat muslim, Panda kembali
duduk berhadapan dengan laptop yang bergambar doraemon tersebut seraya berharap
kali ini Panda bisa kembali menulis walaupun beberapa paragraf saja.
“bismillahirohmanirahim”.
***
“aku
yakin, kamu bisa Panda, kamu itu hebat”. Suara Rinda salah seorang teman kelas
Panda memecahkan suasana yang tadinya hanya suara ketikan tombol laptop yang
dilakukan Rinda seakan mengetik memakai mesin ketik. Saat itu suasana Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik sudah mulai sepi, matahari sedikit lagi akan
menyembunyikan cahayanya dan akan berganti dengan cahaya bulan, tapi kedua anak
tersebut masih betah duduk di pelataran fakultas ditemani dengan angin yang
membelai rambut Rinda dan jilbab Panda serta jaringan wifi yang selalu saja
membuat Rinda betah di kampus hingga suara adzan magrib memanggil.
“aku
takut Rin, kamu lihat kekuranganku ini? Kamu tau kan kejadian dua tahun yang
lalu yang sangat menghebohkan itu? Aku masih trauma Rin, benar yang dikatakan
almarhumah Mica dulu bahwa dunia kita berbeda Rin, kalian hampir mendekati
kesempurnaan sebagai seorang manusia, sedangkan aku dan Mica memang terlahir seperti
ini, tidak ada yang bisa dibanggakan dari diri kami”.
“Tidak
Panda, persepsi kamu salah, memang secara fisik kami itu hampir menyerupai
kesempurnaan, tapi kecerdasan kamu di atas kami Panda. Jujur, aku sering kali
merasakan iri saat dosen selalu membanggakanmu dikelas, nilai mata kuliah kamu
yang semuanya sempurna, aku iri padamu”.
“memang
ya Rin, memberikan orang lain motivasi itu sangat mudah, seperti sekarang kamu
memberikanku motivasi, seperti dulu saat aku memberikan semangat pada Mica,
tapi sekarang aku sudah berada diposisinya Mica, dan benar…”
“Panda..
ternyata kamu tidak sekuat yang aku kira, kamu lemah, kamu pesimis”. Rinda
segera menutup laptop dan meninggalkan Panda dengan perasaan dongkol.
Panda
hanya merunduk, merenung tanpa mengeluarkan butiran butiran berlian dari
matanya seperti yang Panda lakukan subuh tadi. Galau? Entahlah…
***
Kembali
Panda menghadapkan dirinya dengan laptop yang dari subuh tadi menunggu untuk
kembali disentuh oleh majikannnya. Sudah ada dua paragraf yang Panda ketik
subuh tadi, tetapi ada perasaan tidak nyaman saat kembali Panda membaca
tulisannya tersebut.
“Benar
kata Rinda, aku memang berbeda dari mereka, tapi dengan kekuranganku ini akan
kutunjukkan pada mereka bahwa aku bisa menulis seindah tulisan Andrea Hirata di
buku Best seller Laskar pelangi dan sang pemimpinya, seperti Habiburahman El
Shirazy dengan Novel Best Seller Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbihnya,
seperti Mira W dengan Novel Cinta Sepanjang Amazonnya, seperti Raditya Dika
dengan Kambing Jantannya. Dan walaupun kali ini aku hanya menulis sebuah artikel,
tapi suatu saat nanti saya akan bisa sehebat mereka yang telah sukses dalam
dunia kepenulisan, bahkan akan sesukses J.K. Rowling dengan Harry Potternya”.
“Control
A, dan Del, aku harus memulai dari awal tanpa perasaan takut, ayo Panda..
Semangat! Kamu pasti bisa.. ”.
Panda
memulai mengetik huruf demi huruf, kata demi kata, paragraf demi paragraf
artikel sosial yang tidak bisa ia kerjakan belakangan ini karena sikap
pesimisnya dan ketakutannya untuk menantang dunia membuat Panda sekarang
terlihat sangat berbeda. Panda yang bersemangat mulai terlihat disetiap kalimat
yang ditulisnya.
***
TIGA
BULAN KEMUDIAN
Jepret..
Jepret.. Cahaya kamera serta suara bising kalimat demi kalimat pertanyaan tidak
membuat orang-orang dalam ruangan itu risih, tapi sebaliknya.. senyum bangga
mereka tercipta dengan tulus saat melihat Panda berdiri di mimbar
kesuksesannya.
“Mungkin
ada yang masih mengingat kejadian setahun yang lalu, saat seorang anak cacat
tanpa kaki yang sempurna melompat dari ketinggian ±150 meter, dia adalah
sahabatku. Seorang anak yang merasa tidak memiliki kesempatan untuk berkarya,
keyakinannya akan kemenangan sirna ketika usaha kerasnya berlatih menyerupai
orang yang sempurna bahkan menurutku tariannya itu sangat indah melebihi orang
yang sempurna. Uang membuat sahabatku yang tadinya berada diposisi pertama
semakin mundur hingga mengalami kekalahan, tapi saya disini tidak untuk
mengingat masa-masa itu. Terimakasih untuk orang-orang yang memberikanku semangat,
terimakasih untuk Rinda yang telah membuka mataku untuk menatap dunia ini lebih
jelas, bahwa kekuranganku ini bukanlah masalah untuk mencapai cita-citaku jika
tekad keras memang aku miliki. tanpa jaripun aku bisa menulis rangkaian kata
indah yang membawaku hingga berdiri disini. Bagaimana dengan kalian yang memiliki
fisik yang sempurna, tidakkah kalian ingin mencapai apa yang kalian inginkan?”.
“Bagaimana
cara untuk mencapai segala keinginan kita, karena terkadang tidak ada
kesempatan buat kita untuk mencapai cita-cita kita?”. Tanya seorang wartawan
yang berada di ruangan yang luas tapi terasa sangat sempit karena dipenuhi
dengan orang-orang yang ingin menyaksikan Panda secara langsung.
“jangan
mengatakan tidak ada kesempatan, kesempatan selalu ada buat siapa saja dan
setiap insan menuasia memiliki kesempatan untuk meraih apa yang dia inginkan,
tapi semuanya kembali ke diri kita. Banyak yang menyianyiakan kesempatannya
karena tidak memiliki kemauan dan tekad yang keras untuk meraih kesempatan itu.
Cari semangat dan kemauan kamu terlebih dahulu, setelah itu cari orang-orang
yang berperan penting dalam hidupmu seperti keluarga ataupun sahabat. Karena
mereka yang akan selalu ada di saat kita mengalami ketidakpercayaan diri, di
saat kita mengalami down, merekalah yang akan membantu kita untuk mencari
semangat kita lagi”. semua orang yang berada dalam ruangan tersebut serentak
bertepuk tangan dan tersenyum bangga menyaksikan Panda dengan kekurangannya tanpa
jari yang sempurna hanya ada dua ditangan kanan dan tiga pada tangan kirinya dapat
mengalahkan ribuan penulis se-Indonesia dan menghasilkan Novel Best Seller
hanya dengan rentang waktu beberapa bulan.
***
Suasana
yang tadinya bising mendadak sepi. Layar TV yang tadinya bergambar wajah Panda
seketika berwarna hitam dan tenang. Iya.. Rinda hanya menyaksikan Panda dibalik
layar TV dengan senyuman yang tak henti-hentinya karena kemarahan beberapa
bulan yang lalu akibat sifat Panda yang pesimis belum juga Rinda lupakan, tapi
sekarang sudah tidak. Rinda tidak mengetahui hal ini, ternyata Panda
melanjutkan tulisannya dan bisa seperti sekarang ini.
“aku
bangga Panda, aku Sahabatmu”.
THE
END
Selasa, 25 Juni 2013
TANGISAN MALAIKAT
Toleh kiri…toleh kanan…Tunggu! Masih ada yang melintas, ah..tidak apa-apa masih bisa berjalan selangkah demi selangkah untuk mencapai sebrang sana. Makassar sudah seperti Jakarta saja, macetnya minta ampun kalau waktu sudah menunjukkan pukul 04.30 hinga adzan shalat Magrib berkumandan. itupun biasanya masih banyak kendaraan yang masih berkeliaran, kebanyakan para pekerja yang baru pulang dari kantor dan berusaha menuju rumah, tapi lagi-lagi kemacetan membuat semua pengendara harus shalat magrib di jalan.
Pria yang bernama Gugun masih saja berdiri diseberang jalan bersama fikirannya yang terus saja membuatnya tersenyum, “yeah.. pulang kampung, rindu Ibu, Ayah, kakak”. Segera pria yang bernama lengkap Agung Zulfikar dengan umur 21 tahun dengan tinggi 169 cm, yang mempunyai badan kerempeng tapi selalu terlihat cool yang selalu mengenakan kacamata minus yang tak pernah terlepas dari wajahnya melangkahkan kaki menuju seberang jalan untuk menahan angkot menuju terminal tempat Gugun mengambil bus menuju ke kampung halamannya.
Rasa senang Gugun tidak bisa di rangkaiankan dengan sebuah kata, dua tahun sudah Gugun tidak menginjakkan kaki di kampung kelahirannya karena aktivitas kampus yang begitu padat serta sambilannya sebagai seorang News Editor disalah satu stasiun TV Lokal di Makassar memaksanya untuk tidak bersilaturahmi dengan keluarga di kampung bahkan saat Hari raya Idul Fitri.
“Baru dapat izin cuti yang bersamaan dengan libur kampus, Alhamdulillah.. saya bisa menikmati waktu libur yang lebih lama di kampung halaman”. Sambil membuka gallery pada handphone miliknya di angkot biru tujuan terminal Daya, Gugung melihat foto-foto yang sangat bahagia, senyum yang sangat Gugun rindukan dilayar Handphone kesayangan hadiah dari Ayahanda Gugung tiga tahun yang lalu sebelum Gugung meninggalkan kampung halamannya dan menginjakkan kaki di kota yang keras itu untuk menuntut ilmu seperti tujuan awalnya.
***
Matahari tidak menampakkan cahayanya lagi dan kini telah berganti dengan cahaya bintang yang begitu indah bertaburan di angkasa, “kalau melihat bintang di kampung nanti pasti lebih indah dari bintang yang sekarang”. Gugun bersandar pada sebuah dinding tapi tidak mendapatkan posisi nyamannya. “Sekarang masuk waktu shalat isya tapi Bus berangkat pukul sepuluh, ahh.. rasanya lama sekali”. Gugung lalu berdiri untuk mencari tempat duduk yang setidaknya bisa memberikan gugung posisi enak hingga pukul sepuluh nanti.
Semua deretan kursi yang berjejer di penuhi dengan orang-orang yang menunggu bus untuk menuju tujuannya masing-masing. Gugung terus mencari tempat yang bisa membuatnya istirahat tapi tidak ada satupun selah yang didapatkan oleh Gugun, dan akhirnya Gugun berinisiatif untuk mencari makan dan rokok, tapi sebelumnya Gugun cari rokok dulu agar setelah makan Gugun tidak kebingungan lagi untuk ngerokok..
Setelah mendapatkan rokok yang di cari, Gugun lalu mengisap satu batang rokok dengan nikmatnya sambil mencari tempat yang enak buat duduk dan makan.
Setelah beberapa menit akhirnya Gugun menemukan tempat yang menurut Gugun nyaman, tapi tetap saja Gugun celingukan karena semua tempat duduk sudah ada yang menempati dan tempat duduk sasarannya di ambil alih dengan orang lain. Tapi disela-sela kebingungan Gugun tiba-tiba suara seorang bapak tua membuat Gugun menoleh ke kiri tempat bapak tua tersebut duduk.
“silahkan mas, disini saja duduk sama saya”. Kata bapak tua tersebut mempersilahkan Gugun duduk disisi kanannya. Gugun langsung menuruti panggilan bapak tua tersebut dan langsung duduk meskipun di tempat itu agak kotor tetapi tempat yang kosong Cuma disitu saja. Dengan detail Gugun memperhatikan bapak tua tersebut. Sudah sangat tua, badannya yang kurus, giginya yang sudah ompong, rambutnya yang putih semua, sambil bawa tas besar dan kresek yang isinya plastik semua.
“Lagi nunggu apa pak?”. Tanya Gugun kepada si bapak yang dari tadi membereskan plastik-plastik yang berada dalam kresek.
“tidak mas, ini Cuma duduk-duduk saja abis nyari sampah seharian…capek..”.
“jalan dari jam berapa pak?”.
“dari pagi mas, tapi Alhamdulillah dapatnya udah lumayan banyak”.
“oooohhh”. Obrolan Gugun dan Bapak tua terhenti, Gugun kembali menikmati rokoknya dan bapak tua tersebut kembali merapikan plastik-plastik hasil kerjanya dari pagi.
Sekilas Gugun melihat bapak tua tersebut memijat-mijat kepala sambil menghela nafas panjang “kasian bapak ini” ucap gugun dalam hati. Gugun kembali memulai pembicaraannya bersama bapak tua yang duduk tepat disampingnya itu.
“pusing ya pak? Emang liat orang-orang lalulalang depan kita bikin pusing pak”.
“iya mas, agak pusing kepala saya”. Sambil tertawa kecil dan masih memijat kepalanya.
“Bapak merokok? Ini kalau bapak mau”. Gugun menyodorkan rokok yang tinggal tiga batang kepada bapak tua itu.
“tidak mas, makasih.. saya tidak merokok, sayang uangnya, mending untuk beli makan dari pada untuk beli rokok, lagian juga tidak bagus untuk kesehatan badan”. Gugun langsung tersentak mendengar perkataan bapak tua tersebut, kena bangeeettttt..
“iya juga sih pak”. Jawab gugun sambil menginjak rokok yang masih tersisa banyak.
***
“kriuukkk kriuukkk”. Suara itu spontan membuat Gugun berbalik kearah bapak tua yang ada disampingnya.
“Bapak belum makan ya?”.
“belum mas, mungkin nanti”. Jawab bapak tua itu dengan senyuman.
“wuah.. nanti tambah pusing pak”.
“iya mas, tapi udah biasa kok”. Tetap dengan senyumannya.
Tidak lama kemudian terdengar suara yang sama membuat Gugun kembali menoleh ke arah bapak tua yang duduk di sebelah kirinya dengan rasa kasian.
“benar pak, bapak tidak mau makan?”.
“iya mas benar, nanti saja”.
Kali ini Gugun yakin sangat yakinnya bahwa Bapak tua dengan kresek ini bukannya tidak mau makan atau makan nanti saja, tapi Gugun yakin kalau beliau tidak mempunyai uang untuk membeli makanan.
“Bentar ya pak saya ke warung dulu mau beli makan”. Tegur Gugun dan langsung meninggalkan bapak tua yang dari tadi setia duduk bersamanya. Gugun segera menuju warung masakan padang terdekat dan memesan makanan buat dirinya sendiri dan berinisiatif untuk membeli satu lagi makanan untuk bapak tua tadi. Setelah makanan ada di tangan Gugun dan membayar makanan yang dibelinya, Gugun segera kembali ke tempat di mana bapak tua tadi masih betah duduk dengan memijat-mijat kepalanya.
“Mau langsung kasih makanan ini ke bapak, tapi kok saya takut ya kalau nanti si bapak salah tanggap atau bahkan tersinggung, bagaimana ya?”. Sambil memutar-mutar fikirannya akhirnya Gugun mendapat jawaban dari pertanyaanya tadi, yaitu berakting pura-pura mengangkat telepon.
“halo, benar kamu tidak jadi kesini? Sudah saya belikan makanan nih…… ow begitu…… ya sudah, selamat bekerja deh…”. Dengan lagak menutup telepon dan kembali menyimpan handphonenya ke saku celana.
“wuah payah ni pak teman saya, udah di pesanin makanan ternyata tidak jadi ikut”.
“yah tidak apa-apa mas, dibungkus saja.. nanti bisa di makan dijalan kalau lapar lagi”. Jawab bapak tetap dengan senyum khasnya.
“wuah.. nanti basi pak, berangkatnya saja nanti jam sepuluh, dimakan sekarang pasti tidak abis.. bagaimana ya? Mmmm.. oia.. bapak kan belum makan, ini makanan untuk bapak saja daripada sayang tidak ada yang makan pak”. Sambil menyodorkan makanan.
“waduh mas, saya tidak punya uang untuk bayarnya”. Dugaan Gugun benar, bapak ini tidak punya uang.
“tidak apa-apa pak, makan saja.. saya juga sudah bayar kok pak, lagian hari ini saya lagi naik jabatan”. Ucap Gugun dengan polosnya walau sebenarnya Gugun sengaja berbohong agar si bapak mau mengambil makanan yang sudah dari tadi Gugun sodorkan.
“benar tidak apa-apa mas? Saya malu”.
“lo.. kenapa malu pak? Sudah, makan saja”.
“iya mas, selamat ya mas atas naik jabatannya”
“iya pak terimakasih, bapak mau pesan minum sekalian tidak? Saya mau pesan minum ni pak”.
“tidak mas, tidak usah”.tanpa memperduliakn tolakan bapak Gugun langsung membeli dua dengan alasan semua minuman buat Gugun.
“iya pak, saya beli dua.. soalnya saya haus sekali pak”. Tapi kebohongan kali ini membuat Gugun merasa bersalah, bapak tua yang dari tadi menemaninya berbincang meneteskan air mata sambil mengucapkan syukur berkali-kali.
“mas, terimakasih sudah belikan saya makan. Jujur mas.. saya belum makan dari kemarin, saya malu mas.. sebenarnya saya ingin membeli makan dari hasil kerja keras saya sendiri, karena saya bukan pengemis yang meminta-minta. Sebenarnya saya lapar sekali mas, tapi saya belum mendapatkan hasil dari mencari sampah”.
Gugun tertegun mendengar ucapan bapak tua dengan kresek, hati Gugun terasa teriris-iris mendengar setiap kalimat dan melihat tetesan air mata dari mata si bapak tua tersebut, apalagi dengan ucapan Alhamdulillah yang berkali-kali bapak tua tersebut ucapkan. Hati Gugun terasa sesak hingga Gugun sangat ingin meneteskan air mata. Tapi Gugun masih bisa tahan karena takut si bapak tersinggung lagian Gugun harus tetap terlihat cool didepan umum.
”‘ya sudah pak.. bapak makan saja dulu nasinya, nanti kalau kurang saya pesankan lagi ya pak, jangan malu-malu”.
“iya mas, makasih banyak mas.. mungkin saya tidak bisa balas, tapi nanti yang di atas balas kebaikan mas”. Masih dengan tetesan air matanya
“iya pak, makasih doanya”. Akhirnya Gugun dan Bapak tua menyantap makanannya dengan lahap, bapak tua itu terlihat begitu mensyukuri setiap butiran nasi yang masuk dalam mulutnya. Gugunpun terlihat sangat menikmati makanan yang ia santap layaknya bapak tua yang tak pernah mengisi lambung tengahnya dari kemarin.
***
“Bapak tinggal dimana?”. Tanya Gugun selepas menyantap makanan yang sangat bermakna bagi bapak tua itu.
“saya tidak punya rumah mas, saya tinggal dimana saja”. Mendengarkan perkataan bapak itu Gugun terdiam dan mematung. Beberapa menit kemudian Gugun kembali memulai percakapannya.
“Terus keluarga bapak mana?”. Bapak tua itu lalu tersenyum dan merunduk sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Gugun.
“saya punya dua anak dan satu istri, istri saya meninggal tahun lalu karena kanker, anak saya yang satu juga meninggal karena kecelakaan, sedangkan anak saya yang satu lagi pergi meninggalkan saya dan ibunya sewaktu ibunya masih hidup. Sudah tiga tahun anak itu meninggalkan kami. Dulupun saya punya rumah, tapi rumahnya di ambil sama orang kredit karena tidak bisa ngelunasin uang pinjaman buat ngobatin istri bapak”.
Miris sekali hati Gugun mendengar cerita si bapak tua ini. Hidup sebatang kara, tidak punya rumah, punya anak yang durhaka, jarang makan pula. Rasanya sakit sekali hati Gugun terasa di sayat-sayat apalagi saat mendengar bahwa si bapak pernah dapat uang hasil mulung yang lumayan banyak tetapi dipalak preman saat ingin membeli makan.
“rasanya saya sangat beruntung dengan kondisi saya sekarang, saya menyesal pernah mengeluh tentang kuliah, kerjaan saya, tentang kondisi kos saya dan yang lain.. sedangkan bapak ini dalam kondisi yang sangat kekurangan masih bisa tersenyum, subhanallah..”. ucap Gugun dalam hati tak sadar matanya telah berkaca-kaca.
“rasanya sepiring nasi dan segelas es teh yang saya berikan kepada bapak sangat tidak setimpal dengan pelajaran yang bapak berikan kepada saya”. Gugun lalu merogok sakunya dan mengambil semua isi dompetnya, diserahkannya beberapa lembar uang kertas dua puluh ribuan kepada si bapak dengan usaha yang sangat gigih, karena bapak tersebut sangat tidak ingin diberi uang dengan Cuma-Cuma. Tapi pada akhirnya dengan berbagai cara bapak tua itu mengambil uang dari Gugun yang tidak seberapa.
“terimakasih banyak mas, semua pemberian mas ini insyaallah akan dibalas sama yang di atas, semoga mas diberikan rejeki yang tak habis-habisnya, semoga mas bahagia dunia akhirat dan semua cita-cita dan keinginan mas dapat dikabulkan oleh Allah SWT secepatnya”, bla…bla…bla.. banyak sekali doa-doa yang keluar dari bapak tua tadi untuk Gugun, rasa terharu dan bahagiapun bisa Gugun rasakan saat melihat senyum bapak tua tersebut.
“terimakasih juga pak atas doa-doanya, saya pergi dulu pak nanti bus saya keburu berangkat”
“iya mas, hati-hati dijalan dan terimakasih untuk semuanya”.
“terimakasih juga untuk pelajaran yang bapak kasih untuk saya”. Dan akhirnya Gugun beranjak pergi dari tempatnya bertemu dengan bapak tua itu begitupun dengan si bapak.
Beberapa meter setelah gugun dan bapak tua itu berpisah, Gugun menoleh kebelakang mencari bapak tua itu. Al hasil Gugun akhirnya meneteskan air mata dan tidak terlihat layaknya pria cool lagi, tetapi terlihat bagai pria cengeng yang tidak rela pisah dari sang Ibu.
“subhanallah ya Allah.. di tengah kesulitan yang beliau alami, beliau masih sempat amal dan berbagi dengan orang lain. Sedangkan saya yang terkadang mendapatkan rejeki-Mu menghabiskannya begitu saja”. Air mata Gugun terus mengalir saat melihat bapak tua tersebut berdiri didepan masjid untuk mengisi kotak amal yang tersedia di masjid tersebut. Gugun merasa kecil sebagai manusia, dan sangat berterimakasih kepada Allah karena ditunjukkan sesuatu yang benar-benar hebat.
***
Dalam Bus, Gugun terus saja memikirkan bapak tua tadi dan sangat merasa bersyukur karena bisa bertemu bapak tua itu. Banyak pelajaran yang Gugun dapatkan dari bapak tua itu, tentang kehidupan, semangat, keikhlasan dan rasa syukur.
“Semoga beliau di lancarkan segala urusannya, diberi kemudahan dan rejeki berlimpah, dan selalu berada dalam lindungan-Mu ya Rabb”.
Wallahu a’lam bish shawab
TAMAT
Selasa, 12 Maret 2013
HADIAH UNTUK GURU
“Hiduplah tanahku Hiduplah Negriku, Bangsaku Rakyatku Semuanya, Bangunlah jiwanya Bangunlah raganya………” Kompak suara anak kelas V menyanyikan lagu kebangsaan INDONESIA RAYA yang dipimpin oleh Bapak Bulan wali kelas kami sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah disekolah kami.
Sekolah
kami sangat sederhana, sesederhana kami murid-muridnya dan tiga guru yang setia
mendampingi kami dari kelas satu hingga sekarang. salah satunya adalah Pak
Bulan yang saat ini memimpin menyanyikan lagu Indonesia raya didepan kelas V,
kelasku tercinta.
“Untuk
Indonesia Raya.. Indonesia raya mer…..” Anak kelas V yang sejak tadi sangat
menikmati menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia itu tiba-tiba terdiam. Ada yang
memperlihatkan ekspresi panik, kaget, teriak, ada yang tersentak lari ke arah
Pak Bulan, dan itu Aku.
Sejenak
suara benturan yang sangat keras terdengar tidak lama setelah suara batuk yang bercampur
dengan suara nyanyian yang kacau. Serentak anak kelas V menampakkan ekspresi yang
berbeda dan menghampiri Pak Bulan yang tergeletak didepan kami. Suara Awan
teman sebangku sekaligus teman baikku begitu menggelegar hingga Ibu Matahari
bergegas berlari kekelas kami sambil mengucapkan kata-kata yang biasanya Ibu
Matahari Ucapkan saat kami bandel dan ribut dikelas.
“Awas
kalian, suara kalian tambah hari tambah buat telinga saya ingin pecah”. Sambil
memegang sapu pada tangan kanannya.
Ibu
Matahari adalah guru tergalak di antara tiga guru lainnya, walaupun galak, Ibu
Matahari paling Is The Best deh.. Apapun yang Ibu Matahari ajarkan ke kami
pasti Ilmunya nyerap dan tahan lama. Kayak Parfum gitu deh.. tapi di antara
bermacam-macam wangi parfum, aroma yang paling tahan lama itu katanya aramo
yang wanginya tidak menyengat, katanya sih, soalnya Bintang tidak pernah pakai
parfum, hhehe.. Eh,,kok bahas parfum sih, kita kembali ke ceritanya lagi yuk…
Melihat Pak Bulan tergeletak, Ibu Matahari
dengan cepat menghampiri Pak bulan dan menyuruh beberapa anak kelas V memanggil
warga untuk membawa Pak bulan ke Puskesmas. Serentak Angin dan beberapa
teman-teman yang lain berlari keluar sekolah sambil meneriakkan “Tolong
Tolong”.
Menunggu
kabar pak Bulan seperti menunggu Ibu hamil yang ingin melahirkan saja, hati ini
begitu cemas menunggu kabar dari Dokter tentang keadaan pak bulan, tapi saat
aku berbalik 180o rasa cemas itu sejenak hilang dan terganti dengan
tawa geli melihat teman-teman kelas yang duduk berbaris yang di pimpin oleh ibu
Matahari seakan ingin menunggu bantuan Raskin dari pemerintah. Hahah..
“Bagaimana
keadaan Pak bulan?” suara pak cahaya terdengar begitu panik. Pak cahaya adalah
guru kesehatan kami, atau lebih jelasnya guru penjaskes yang mengajarkan kita
tentang kesehatan, olahraga sekaligus staf yang mengurus berkas-berkas
disekolahku.
“Pak
Bulan baik-baik saja”. Ucap bapak Dokter Enteng
“Saya
bisa masuk Dok?”
“Silahkan
Pak”. Melihat murid-murid serentak berdiri Pak dokter melanjutkan kalimatnya.
“Tapi
satu atau dua orang saja dulu, karena Pak Bulan Perlu Istirahat” Ucap Pak
Dokter sambil melihat anak-anak yang sangat bahagia mendengar kabar Pak Bulan,
kembali memperlihatkan wajah memalas karena tidak bisa masuk ke ruangan melihat
keadaan Pak Bulan.
Ibu Matahari Dan Pak Cahaya lalu
melangkahkan kaki masuk ke ruangan
tempat Pak Bulan di rawat. Dan kamipun hanya menunggu Ibu Matahari dan Pak
Bulan membawa Kabar jelas tentang keadaan Pak Bulan dan kembali ke rumah
masing-masing.
SEMINGGU
KEMUDIAN
Sudah
Dua hari Pak Bulan kembali mengajar di kelas kami, dan kamipun sangat senang
melihat Pak Bulan yang begitu sehat dengan senyum terbaiknya.
“Bintang!!!
Mengantuk nak?” Sapa Pak Bulan kepadaku yang membuatku tersentak kaget dan
terbangun dari tidur pendekku.
“Iya
pak, semalam kurang tidur karena non….. Kerja tugas pak”. Huft, Hampir
keceplosan kalau semalam tidurku di cicil dulu karena mau nonton Barcelona VS
Real Madrid, hehe..
“Ya
sudah.. agar mengantuknya hilang, pulang sekolah nanti Bintang bisa
membersihkan seluruh kelas ini” Ucap Pak Bulan lembut.
“i..iya..
Pak” jawabku terbata-bata. Huft.. begitu deh cara Pak Bulan menegur kami.
Lembut tapi sama saja dengan guru lain, DIHUKUM!!!!
“Oke
anak-anak, minggu depan hafal surah Al-humazah ya, terutama bintang yang
kemarin belum membayar hafalan surah Al-Waqiahnya. ”
“Iya
Pak”
“Terimakasih
untuk semangat hari ini anak-anak, hati-hati dijalan dan jangan lupa belajar di
rumah ya”
“Iya
Pak”
“Berdiri”
Teriak Angin yang merupakan ketua kelas di kelas V menyuruh semua murid
berdiri. Semua muridpun serentak mengikuti aba-aba dari Angin.
“Beri
Salam”. Aba-Aba lanjutan dari Angin.
“Assalamualaikum
warahmatullahiwabarakatu, Terimakasih Pak Guru”. Kompak anak kelas V yang
diikuti dengan tundukan kepala.
“Waalaikumsalam
Warahmatullahi Wabarakatu” Terimakasih juga Anak-Anak. Balas Pak Bulan dan
langsung meninggalkan kelas V.
Anak
kelas V dengan bahagia meninggalkan kelas terkecuali Aku. Dengan wajah memalas
Aku mengambil sapuh di sudut ruangan kelas lalu memulai menyapu lantai dari
sisi ke sisi dengan keluh kesah yang tak hentinya berucap dari mulutku, Saking
kesalnya Aku tidak mendengar suara yang dari tadi memanggil namaku.
“Bintang..Bintang”
suara yang sangat lembut itu tidak dapat menyadarkanku dari rasa kesal ini.
“hey
BINTANG!!!!!!” Buset!!! Suara pak Bulan bisa keras juga ya, teriakannya saingan
dengan teriakan Awan. Heheh
“iya
pak” sentak badanku berbalik 180o menghadap pak bulan.
“Bintang,
Bapak bisa minta tolong tidak?” Tanya Pak Bulan kepadaku dengan Lembut.
“Iya
Bisa Pak, Ada apa?”.
“Tolong
kamu ke toko kain, belikan bapak Kain Mori ya?” sambil menyodorkan uang
seribuan dan resehan kepadaku.
“Siap pak”. Aku lalu mengambil sepeda yang
terparkir dihalaman sekolah yang dari tadi menungguku sendiri hingga tugasku
membersihkan kelas selesai. “Sepeda yang setia”, Ucapku dalam hati sambil
tersenyum memandang sepeda kesayanganku itu.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 16.20. aku telah berkeliling mencari kain Mori tapi tak
satupun toko yang kudatangi menjual kain mori. Ada rasa kesal dalam dada karena
tidak berhasil mendapatkan apa yang ku inginkan. Tapi apa boleh buat, yang
jelas aku sudah mencari dengan maksimal.
Sesampainya
aku didepan pintu ruangan kepala sekolah, terdengar suara Pak Bulan dan Pak
Cahaya yang sedang berbincang. Tidak ada niat untuk mendengarkan perbincangan kedua
guruku itu, tapi rasa penasaran menjamur dalam
diriku.
“Kemarin
Aku sudah mencari kain mori, tapi hasilnya nihil. Mudah-mudahan Bintang lebih
beruntung dari aku dan bisa mendapatkan kain Mori”. Prakkkkk!!!!!!!!! Hatiku
seakan teriris-iris. Pak Bulan yang sangat berharap banyak padaku ternyata
tidak mendapatkan kain Mori itu juga.
“Pak,
kumohon jangan berfikir hal-hal aneh itu. Kami masih membutuhkan bapak, kami
masih menginginkan bapak ada bersama kami”. Terdengar suara pak Cahaya lirih.
Maksud Pak Cahaya apa? Pak bulan ingin ke mana? Apa Pak Bulan ingin menjadi
kepala sekolah di sekolah lain? Tidak!! Jangan sampai!! Apalagi setelah Pak
Bulan tau aku tidak mendapatkan kain Mori itu, pasti pak Bulan sanagat kecewa
dan akan benar-benar meninggalkan kami.
Aku
tersentak sadar dalam lamunanku mendengar suara Pak Bulan begitu dekat
denganku.
“Bintang,
apakah kamu mendapatkan kain mori?”. Tanya pak bulan kepadaku yang masih
berdiri di balik pintu ruang kepala sekolah.
“ma..maa..maaf
pak, mu..mungkin bapak kee..kecewa.. ta..”. Ucapku batah sambil menundukkan
kepala. Tiba-tiba pak Bulan melanjutkan kalimatku.
“Tapi
apa? Tidak dapat? Tidak apa-apalah”.
“pulang sana, sudah soreh” Ucap pak Bulan
menyuruhku pulang. Dan aku menuruti perkataan Pak Bulan sambil mengucapkan kata
Maaf. Tapi rasa bersalah itu hilang setelah melihat senyum tulus dari wajah Pak
Bulan dan Belaian Tangannya yang mengelus kepalaku.
“Aku
harus mendapatkan kain mori untuk pak Bulan”. Ucapku saat berada di pasar kota.
Hari
ini adalah hari minggu, hari minggu yang berarti hari libur. Dan aku memberanikan
diri kekota bersama Angin dan Awan teman baikku untuk mencari kain mori.
Walaupun pak Bulan tidak menyuruhku lagi untuk membeli kain mori itu, tapi rasa
bersalah tidak menjalankan tanggung jawab dari pak mori terus menggeluti otakku.
“Bu,
ada kain mori bu?” . tanyaku pada ibu penjual kain di pasar kota.
“Adek,
kalau mau cari kain mori jangan disini. Tapi disana”. Ibu penjual kain itu
menunjuk kesalah satu jejeran ruko yang berada di antara ruko alat bangunan dan
ruko makanan ayam. “apa? Beli kain mori di toko itu?”. Tanya ku dalam hati.
Saking tidak percayanya, Awan kembali bertanya ke ibu penjual kain itu.
“Di
toko penjual perlengkapan Mayat bu?”. Tanya Awan dengan nada tidak percaya.
“iya
dek, kesana saja kalau kalian tidak percaya”.
“kita
kesana saja dulu”. sapa Angin kepadaku dan Awan.
Kami lalu menuju toko penjual perlengkapan
mayat tersebut dan langsung bertanya kepada sang penjaga toko apakah toko itu benar
menjual kain mori atau tidak. Kami serentak berpandangan dan memasang wajah
kaget bahwa benar toko tersebut menjual kain mori seperti yang dikatakn ibu
penjual kain tadi.
Dalam
perjalan pulang kedesa, setelah kami bertiga mendapatkan kain mori untuk pak
Bulan, hanya diam yang menghiasi perjalanan kami. Untuk apa pak Bulan sangat
meninginkan kain mori ini?. Suara Angin terdengar membangunkanku dan Awan dalam
lamunan.
“untuk
apa pak Bulan minta di belikan kain ini bintang?”
“Aku
juga kurang tau, toh.. akupun kaget saat tau kalau kain mori itu adalah ini”.
Jawabku sambil menyodorkan kain mori itu kepada Angin.
“jangan
jangan”. Awan menunjukkan ekspresi menakutkan.
“jangan
berfikir negative dulu wan, siapa tau pak Bulan ingin menjadikan kain ini
taplak meja, surban, atau alat peraga untuk praktek kita nanti”. Jawab Angin
yang kembali menyodorkan kain mori itu kepadaku
Aku dan awan serentak menganggukkan kepala
dan kembali bercanda dalam perjalanan pulang seperti saat berangkat tadi. Tapi
kenapa hatiku begitu tidak nyaman? rasanya sangat gelisah, tapi mudah-mudahan
ini bertanda baik. Aamiin ya rabb.
Tidak..
Tidak mungkin.. apa yang ku lihat pasti tidak nyata.. pasti hanya mimpi…
“Angin,
Awan cubit aku”. Suruhku kepada temanku yang ternyata dari tadi ikut berdiri
mematung.
“kita
tidak salah lihat kan Bintang? Awan?”. Tanya Angin juga.
“Pak
Bulaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnn”. Angin berteriak sambil berlari meninggalkanku
dan Awan, begitupun Awan yang ikut menyusul Angin berlari menuju rumah yang
sudah dikerumuni banyak warga dan bendera putih yang mengibar-ngibar seperti
memanggilku untuk ikut masuk ke rumah itu. Tapi kaki ini sangat berat untuk
melangkah, dada ini terasa sangat sesak, tubuh ini bergetar, dan air matapun
menetes tanpa membuatku mengeluarkan suara tangis kehilangan.
“Pak
Bulan, inikah maksud dari kain mori itu?”. Perlahan lututku terasa lemas untuk
menahan badan kecilku.
“Pak
Bulan kenapa secepat ini pak? Kenapa Bapak tidak memberikanku kesempatan untuk
memperlihatkan kepada bapak kalau aku bisa melaksanakan tanggung jawabku?
Kenapa pak? Kenapa???????????”. Hati ini begitu sakit, sakit karena kehilangan
guru sebelum aku membalas jasanya. Dengan sekuat tenaga aku mencoba mengangkat
badan kecilku yang begitu lemas dan berlari ke rumah yang dari tadi seperti
memanggilku untuk ikut masuk.
“Pak,
bangun pak, Bintang beli kain mori pesanan bapak, bangun pak??”. Sakit.. sakit
sekali tuhan.. kenapa dada ini begitu sesak?. Tanyaku dalam hati, kehilangan
pak Bulan seperti saat aku kehilangan sosok Ayah, bahkan lebih kehilangan.
Mungkin saat aku kehilangan Ayah umurku masih 7 tahun, dan selama itu pak Bulan
yang selalu membimbingku.
“Pak,
tau tidak? Bintang, Awan dan Angin jauh-jauh ke kota pak hanya untuk beli kain
mori ini untuk bapak, kain mori yang bapak sangat inginkan, tapi kenapa bapak
tidak menghargai pengorbanan kami? Bapak pergi sebelum melihat kain mori dari
kami?”. Orang-orang dalam ruangan itu serentak menarikku keluar dari ruangan
melihatku memberontak dalam ruangan duka itu, tapi dadaku tetap saja sesak,
hatiku begitu terpukul.
BAPAK BULAN!!!!!!!!!!!!!!!!!
GURUKU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Walaupun
aku mendapatkan kain mori itu setelah Pak Bulan di panggil ke sisi Tuhan. Aku
ikhlas.. walaupun jasad pak Bulan tidak bersama kami lagi, tapi ajaran pak
Bulan tetap melekat dihati kami semua. Dan Aku janji pak akan menghafal surah
Al-Waqiah dan akan selalu mengirimkan doa-doa untuk bapak agar bapak tenang
disisi Allah bersama hadiah dari kami. Pak Bulan, Guruku, Ayahku adalah sosok
yang harus selalu terlihat kuat, bahkan penyakit kanker otakpun tidak bisa
membuat guruku itu terlihat lemah dan menangis. Pak Pak Bulan adalah orang
pertama yang selalu yakin bahwa “AKU BISA” dalam segala hal walaupun dia tau
kalau aku anak pemalas. Dan kain Mori atau kain kafan seperti bapak inginkan adalah
pakaian terakhir bapak dari kami untuk bertemu dengan sang khalik.
AMBISI BESAR SANG LASKAR AMBISIUS
ü Subyek : Anak
ü Lokasi : Daerah yang kurang terjamah oleh pemerintah
ü POV : (Point Of View) Anak terhadap Pendidikan (Ekonomi yang
mempengaruhi pendidikan anak)
1. Rancangan Tayangan : 30
Menit
2. Pembagian Segment :
·
Teaser : Montage dan narasi awal perkenalan daerah, sekolah subyek dan cita-cita anak.
·
Segment 1 : ( Hubungan anak dengan keluarga dan lingkungannya) : Subyek
anak sebagai pemain Utama menerangkan pola hubungannya dengan keluarga dan
lingkungan sekolah serta cita-citanya yang ingin menjadi penulis
·
Segment 2 : (Anak mulai jarang terlihat disekolah). Karena factor
ekonomi, orang tua memberikan tanggung jawab kepada anak untuk menggantikan
ayahnya berjualan “BALLO” karena penyakit sang ayah (Radang Paru-Paru) semakin
parah.
·
Segment 3 : kekerasan hati anak menolak untuk menggantikan Ayah berjualan
dan ingin kembali kesekolah membuat penyakit Ayah semakin parah dan Meninggal.
· Segment 4 : (Penyesalan Anak) Anak kembali berjualan dan meninggalkan
sekolah demi menafkahi ibu dan adik-adiknya.
· Segment 5 : (saat beristirahat, anak mendengar ibu memanggil) anak tidak
menyangka kedatangan tamu dari kota dan menawarkan kerja sama pembuatan fil
dari naskah film yang di buat anak.
·
Segment 6 : (Alur mundur) anak melihat poster lomba menulis naskah film
nasionalisme dan kepahlawanan yang bertumpuk di pembuangan sampah dan ikut
serta dalam lomba tersebut.
·
Segment 7 : Jumpa pers anak dan kebanggan ibu serta warga desa.
·
Segment 8 : TV lalu dipadamkan, terlihat anak perempuan tersenyum penuh
semangat sambil menjawab panggilan dari ibu untuk kesekolah, anak perempuan
dengan lincahnya memakai tas dan berlari.
ü Scan penutup :
pengambilan gambar layar TV dari jauh hinnga mendekat “TAMAT”
ü Teaser Penutup : Kita
ditakdikan dengan segala perbedaan, ada canti, gagah, tinggi pendek, pinta,
bodoh, kaya, miskin.. jangan jadikan kekayaan kita untuk malas menuntut ilmu
dan menggapai cita-cita karena selalu menggampangkan semua dengan uang. Uang
memang segalanya tapi uang tidak bisa membeli cinta dan pengetahuan.. dan pengetahuan
tidak pernah memandang apakah kita kaya atau miskin, yang penting kita mau
belajar dan berusaha untuk menggapai impian kita.
Teman kita yang tidak mampu saja bisa menggapai cita-citanya, bagaimana
dengan kita yang mampu?
Langganan:
Postingan (Atom)