Selasa, 25 Juni 2013
TANGISAN MALAIKAT
Toleh kiri…toleh kanan…Tunggu! Masih ada yang melintas, ah..tidak apa-apa masih bisa berjalan selangkah demi selangkah untuk mencapai sebrang sana. Makassar sudah seperti Jakarta saja, macetnya minta ampun kalau waktu sudah menunjukkan pukul 04.30 hinga adzan shalat Magrib berkumandan. itupun biasanya masih banyak kendaraan yang masih berkeliaran, kebanyakan para pekerja yang baru pulang dari kantor dan berusaha menuju rumah, tapi lagi-lagi kemacetan membuat semua pengendara harus shalat magrib di jalan.
Pria yang bernama Gugun masih saja berdiri diseberang jalan bersama fikirannya yang terus saja membuatnya tersenyum, “yeah.. pulang kampung, rindu Ibu, Ayah, kakak”. Segera pria yang bernama lengkap Agung Zulfikar dengan umur 21 tahun dengan tinggi 169 cm, yang mempunyai badan kerempeng tapi selalu terlihat cool yang selalu mengenakan kacamata minus yang tak pernah terlepas dari wajahnya melangkahkan kaki menuju seberang jalan untuk menahan angkot menuju terminal tempat Gugun mengambil bus menuju ke kampung halamannya.
Rasa senang Gugun tidak bisa di rangkaiankan dengan sebuah kata, dua tahun sudah Gugun tidak menginjakkan kaki di kampung kelahirannya karena aktivitas kampus yang begitu padat serta sambilannya sebagai seorang News Editor disalah satu stasiun TV Lokal di Makassar memaksanya untuk tidak bersilaturahmi dengan keluarga di kampung bahkan saat Hari raya Idul Fitri.
“Baru dapat izin cuti yang bersamaan dengan libur kampus, Alhamdulillah.. saya bisa menikmati waktu libur yang lebih lama di kampung halaman”. Sambil membuka gallery pada handphone miliknya di angkot biru tujuan terminal Daya, Gugung melihat foto-foto yang sangat bahagia, senyum yang sangat Gugun rindukan dilayar Handphone kesayangan hadiah dari Ayahanda Gugung tiga tahun yang lalu sebelum Gugung meninggalkan kampung halamannya dan menginjakkan kaki di kota yang keras itu untuk menuntut ilmu seperti tujuan awalnya.
***
Matahari tidak menampakkan cahayanya lagi dan kini telah berganti dengan cahaya bintang yang begitu indah bertaburan di angkasa, “kalau melihat bintang di kampung nanti pasti lebih indah dari bintang yang sekarang”. Gugun bersandar pada sebuah dinding tapi tidak mendapatkan posisi nyamannya. “Sekarang masuk waktu shalat isya tapi Bus berangkat pukul sepuluh, ahh.. rasanya lama sekali”. Gugung lalu berdiri untuk mencari tempat duduk yang setidaknya bisa memberikan gugung posisi enak hingga pukul sepuluh nanti.
Semua deretan kursi yang berjejer di penuhi dengan orang-orang yang menunggu bus untuk menuju tujuannya masing-masing. Gugung terus mencari tempat yang bisa membuatnya istirahat tapi tidak ada satupun selah yang didapatkan oleh Gugun, dan akhirnya Gugun berinisiatif untuk mencari makan dan rokok, tapi sebelumnya Gugun cari rokok dulu agar setelah makan Gugun tidak kebingungan lagi untuk ngerokok..
Setelah mendapatkan rokok yang di cari, Gugun lalu mengisap satu batang rokok dengan nikmatnya sambil mencari tempat yang enak buat duduk dan makan.
Setelah beberapa menit akhirnya Gugun menemukan tempat yang menurut Gugun nyaman, tapi tetap saja Gugun celingukan karena semua tempat duduk sudah ada yang menempati dan tempat duduk sasarannya di ambil alih dengan orang lain. Tapi disela-sela kebingungan Gugun tiba-tiba suara seorang bapak tua membuat Gugun menoleh ke kiri tempat bapak tua tersebut duduk.
“silahkan mas, disini saja duduk sama saya”. Kata bapak tua tersebut mempersilahkan Gugun duduk disisi kanannya. Gugun langsung menuruti panggilan bapak tua tersebut dan langsung duduk meskipun di tempat itu agak kotor tetapi tempat yang kosong Cuma disitu saja. Dengan detail Gugun memperhatikan bapak tua tersebut. Sudah sangat tua, badannya yang kurus, giginya yang sudah ompong, rambutnya yang putih semua, sambil bawa tas besar dan kresek yang isinya plastik semua.
“Lagi nunggu apa pak?”. Tanya Gugun kepada si bapak yang dari tadi membereskan plastik-plastik yang berada dalam kresek.
“tidak mas, ini Cuma duduk-duduk saja abis nyari sampah seharian…capek..”.
“jalan dari jam berapa pak?”.
“dari pagi mas, tapi Alhamdulillah dapatnya udah lumayan banyak”.
“oooohhh”. Obrolan Gugun dan Bapak tua terhenti, Gugun kembali menikmati rokoknya dan bapak tua tersebut kembali merapikan plastik-plastik hasil kerjanya dari pagi.
Sekilas Gugun melihat bapak tua tersebut memijat-mijat kepala sambil menghela nafas panjang “kasian bapak ini” ucap gugun dalam hati. Gugun kembali memulai pembicaraannya bersama bapak tua yang duduk tepat disampingnya itu.
“pusing ya pak? Emang liat orang-orang lalulalang depan kita bikin pusing pak”.
“iya mas, agak pusing kepala saya”. Sambil tertawa kecil dan masih memijat kepalanya.
“Bapak merokok? Ini kalau bapak mau”. Gugun menyodorkan rokok yang tinggal tiga batang kepada bapak tua itu.
“tidak mas, makasih.. saya tidak merokok, sayang uangnya, mending untuk beli makan dari pada untuk beli rokok, lagian juga tidak bagus untuk kesehatan badan”. Gugun langsung tersentak mendengar perkataan bapak tua tersebut, kena bangeeettttt..
“iya juga sih pak”. Jawab gugun sambil menginjak rokok yang masih tersisa banyak.
***
“kriuukkk kriuukkk”. Suara itu spontan membuat Gugun berbalik kearah bapak tua yang ada disampingnya.
“Bapak belum makan ya?”.
“belum mas, mungkin nanti”. Jawab bapak tua itu dengan senyuman.
“wuah.. nanti tambah pusing pak”.
“iya mas, tapi udah biasa kok”. Tetap dengan senyumannya.
Tidak lama kemudian terdengar suara yang sama membuat Gugun kembali menoleh ke arah bapak tua yang duduk di sebelah kirinya dengan rasa kasian.
“benar pak, bapak tidak mau makan?”.
“iya mas benar, nanti saja”.
Kali ini Gugun yakin sangat yakinnya bahwa Bapak tua dengan kresek ini bukannya tidak mau makan atau makan nanti saja, tapi Gugun yakin kalau beliau tidak mempunyai uang untuk membeli makanan.
“Bentar ya pak saya ke warung dulu mau beli makan”. Tegur Gugun dan langsung meninggalkan bapak tua yang dari tadi setia duduk bersamanya. Gugun segera menuju warung masakan padang terdekat dan memesan makanan buat dirinya sendiri dan berinisiatif untuk membeli satu lagi makanan untuk bapak tua tadi. Setelah makanan ada di tangan Gugun dan membayar makanan yang dibelinya, Gugun segera kembali ke tempat di mana bapak tua tadi masih betah duduk dengan memijat-mijat kepalanya.
“Mau langsung kasih makanan ini ke bapak, tapi kok saya takut ya kalau nanti si bapak salah tanggap atau bahkan tersinggung, bagaimana ya?”. Sambil memutar-mutar fikirannya akhirnya Gugun mendapat jawaban dari pertanyaanya tadi, yaitu berakting pura-pura mengangkat telepon.
“halo, benar kamu tidak jadi kesini? Sudah saya belikan makanan nih…… ow begitu…… ya sudah, selamat bekerja deh…”. Dengan lagak menutup telepon dan kembali menyimpan handphonenya ke saku celana.
“wuah payah ni pak teman saya, udah di pesanin makanan ternyata tidak jadi ikut”.
“yah tidak apa-apa mas, dibungkus saja.. nanti bisa di makan dijalan kalau lapar lagi”. Jawab bapak tetap dengan senyum khasnya.
“wuah.. nanti basi pak, berangkatnya saja nanti jam sepuluh, dimakan sekarang pasti tidak abis.. bagaimana ya? Mmmm.. oia.. bapak kan belum makan, ini makanan untuk bapak saja daripada sayang tidak ada yang makan pak”. Sambil menyodorkan makanan.
“waduh mas, saya tidak punya uang untuk bayarnya”. Dugaan Gugun benar, bapak ini tidak punya uang.
“tidak apa-apa pak, makan saja.. saya juga sudah bayar kok pak, lagian hari ini saya lagi naik jabatan”. Ucap Gugun dengan polosnya walau sebenarnya Gugun sengaja berbohong agar si bapak mau mengambil makanan yang sudah dari tadi Gugun sodorkan.
“benar tidak apa-apa mas? Saya malu”.
“lo.. kenapa malu pak? Sudah, makan saja”.
“iya mas, selamat ya mas atas naik jabatannya”
“iya pak terimakasih, bapak mau pesan minum sekalian tidak? Saya mau pesan minum ni pak”.
“tidak mas, tidak usah”.tanpa memperduliakn tolakan bapak Gugun langsung membeli dua dengan alasan semua minuman buat Gugun.
“iya pak, saya beli dua.. soalnya saya haus sekali pak”. Tapi kebohongan kali ini membuat Gugun merasa bersalah, bapak tua yang dari tadi menemaninya berbincang meneteskan air mata sambil mengucapkan syukur berkali-kali.
“mas, terimakasih sudah belikan saya makan. Jujur mas.. saya belum makan dari kemarin, saya malu mas.. sebenarnya saya ingin membeli makan dari hasil kerja keras saya sendiri, karena saya bukan pengemis yang meminta-minta. Sebenarnya saya lapar sekali mas, tapi saya belum mendapatkan hasil dari mencari sampah”.
Gugun tertegun mendengar ucapan bapak tua dengan kresek, hati Gugun terasa teriris-iris mendengar setiap kalimat dan melihat tetesan air mata dari mata si bapak tua tersebut, apalagi dengan ucapan Alhamdulillah yang berkali-kali bapak tua tersebut ucapkan. Hati Gugun terasa sesak hingga Gugun sangat ingin meneteskan air mata. Tapi Gugun masih bisa tahan karena takut si bapak tersinggung lagian Gugun harus tetap terlihat cool didepan umum.
”‘ya sudah pak.. bapak makan saja dulu nasinya, nanti kalau kurang saya pesankan lagi ya pak, jangan malu-malu”.
“iya mas, makasih banyak mas.. mungkin saya tidak bisa balas, tapi nanti yang di atas balas kebaikan mas”. Masih dengan tetesan air matanya
“iya pak, makasih doanya”. Akhirnya Gugun dan Bapak tua menyantap makanannya dengan lahap, bapak tua itu terlihat begitu mensyukuri setiap butiran nasi yang masuk dalam mulutnya. Gugunpun terlihat sangat menikmati makanan yang ia santap layaknya bapak tua yang tak pernah mengisi lambung tengahnya dari kemarin.
***
“Bapak tinggal dimana?”. Tanya Gugun selepas menyantap makanan yang sangat bermakna bagi bapak tua itu.
“saya tidak punya rumah mas, saya tinggal dimana saja”. Mendengarkan perkataan bapak itu Gugun terdiam dan mematung. Beberapa menit kemudian Gugun kembali memulai percakapannya.
“Terus keluarga bapak mana?”. Bapak tua itu lalu tersenyum dan merunduk sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Gugun.
“saya punya dua anak dan satu istri, istri saya meninggal tahun lalu karena kanker, anak saya yang satu juga meninggal karena kecelakaan, sedangkan anak saya yang satu lagi pergi meninggalkan saya dan ibunya sewaktu ibunya masih hidup. Sudah tiga tahun anak itu meninggalkan kami. Dulupun saya punya rumah, tapi rumahnya di ambil sama orang kredit karena tidak bisa ngelunasin uang pinjaman buat ngobatin istri bapak”.
Miris sekali hati Gugun mendengar cerita si bapak tua ini. Hidup sebatang kara, tidak punya rumah, punya anak yang durhaka, jarang makan pula. Rasanya sakit sekali hati Gugun terasa di sayat-sayat apalagi saat mendengar bahwa si bapak pernah dapat uang hasil mulung yang lumayan banyak tetapi dipalak preman saat ingin membeli makan.
“rasanya saya sangat beruntung dengan kondisi saya sekarang, saya menyesal pernah mengeluh tentang kuliah, kerjaan saya, tentang kondisi kos saya dan yang lain.. sedangkan bapak ini dalam kondisi yang sangat kekurangan masih bisa tersenyum, subhanallah..”. ucap Gugun dalam hati tak sadar matanya telah berkaca-kaca.
“rasanya sepiring nasi dan segelas es teh yang saya berikan kepada bapak sangat tidak setimpal dengan pelajaran yang bapak berikan kepada saya”. Gugun lalu merogok sakunya dan mengambil semua isi dompetnya, diserahkannya beberapa lembar uang kertas dua puluh ribuan kepada si bapak dengan usaha yang sangat gigih, karena bapak tersebut sangat tidak ingin diberi uang dengan Cuma-Cuma. Tapi pada akhirnya dengan berbagai cara bapak tua itu mengambil uang dari Gugun yang tidak seberapa.
“terimakasih banyak mas, semua pemberian mas ini insyaallah akan dibalas sama yang di atas, semoga mas diberikan rejeki yang tak habis-habisnya, semoga mas bahagia dunia akhirat dan semua cita-cita dan keinginan mas dapat dikabulkan oleh Allah SWT secepatnya”, bla…bla…bla.. banyak sekali doa-doa yang keluar dari bapak tua tadi untuk Gugun, rasa terharu dan bahagiapun bisa Gugun rasakan saat melihat senyum bapak tua tersebut.
“terimakasih juga pak atas doa-doanya, saya pergi dulu pak nanti bus saya keburu berangkat”
“iya mas, hati-hati dijalan dan terimakasih untuk semuanya”.
“terimakasih juga untuk pelajaran yang bapak kasih untuk saya”. Dan akhirnya Gugun beranjak pergi dari tempatnya bertemu dengan bapak tua itu begitupun dengan si bapak.
Beberapa meter setelah gugun dan bapak tua itu berpisah, Gugun menoleh kebelakang mencari bapak tua itu. Al hasil Gugun akhirnya meneteskan air mata dan tidak terlihat layaknya pria cool lagi, tetapi terlihat bagai pria cengeng yang tidak rela pisah dari sang Ibu.
“subhanallah ya Allah.. di tengah kesulitan yang beliau alami, beliau masih sempat amal dan berbagi dengan orang lain. Sedangkan saya yang terkadang mendapatkan rejeki-Mu menghabiskannya begitu saja”. Air mata Gugun terus mengalir saat melihat bapak tua tersebut berdiri didepan masjid untuk mengisi kotak amal yang tersedia di masjid tersebut. Gugun merasa kecil sebagai manusia, dan sangat berterimakasih kepada Allah karena ditunjukkan sesuatu yang benar-benar hebat.
***
Dalam Bus, Gugun terus saja memikirkan bapak tua tadi dan sangat merasa bersyukur karena bisa bertemu bapak tua itu. Banyak pelajaran yang Gugun dapatkan dari bapak tua itu, tentang kehidupan, semangat, keikhlasan dan rasa syukur.
“Semoga beliau di lancarkan segala urusannya, diberi kemudahan dan rejeki berlimpah, dan selalu berada dalam lindungan-Mu ya Rabb”.
Wallahu a’lam bish shawab
TAMAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar