senja, mengibaskan jilbabnya birunya. Cahaya matahari senja tepat menyorot wajahnya. Tapi dia tetap lesu dengan segenggam kecewa. Tangannya menggenggam erat sebuah kalung, dalam hati dia menyesali apa yag telah terjadi.
“Apa yang aku lakukan dengan ini. Maluku mulai surut, aku terlena dengan apa yang aku miliki. Astagfirullah Ya Rabb. apakah aku masih pantas mendapat ampunan-Mu? aku malu ketika aku menghadap-Mu, mengingat apa yang telah terjadi. Aku sempat terkalahkan oleh godaan setan. Ampuni aku Ya Allah. Lindungilah hatiku kembali.” Hingga matahari mulai tak terlihat lagi, tapi Cinta tetap terdiam ditaman kota. Dia ingin merasakan kedamaian itu lagi, sangat damai saat berada bersama Allah, menghayati sepenuhnya nikmat air wudhu yang menyejukkan. Mengadu, menangis, kala bersama-Nya. Menyerahkan semua beban pikiran duniawi pada-Nya. Tapi semenjak pemuda itu datang di kehidupannya. Matanya yang begitu teduh berhasil mencuri perhatian Cinta.
Kembali teringat setahun lalu, ketika kali pertama Cinta bertemu dengannya saat dia mencari sebuah buku terbaru karangan Asma Nadia.
Tak sengaja dia menabrak lengan Cinta yang telah membawa beberapa buku yang akan dibelinya, dengan terkejut Cinta sempat terjebak dalam matanya yang teduh dan begitu memikat. Hingga beberapa detik berlalu baru dia tersadar dari hipnotis mata pemuda tersebut, dan dengan segera Cinta menundukan pandangannya.”maaf saya tak sengaja.”
“yah, tak apa-apa. maaf saya harus pergi.” Dengan tetap menundukan wajahnya, Cinta berjalan menuju kasir. Tanpa Cinta sadari bahwa pemuda tersebut terus menatapnya hingga Cinta keluar dari toko buku Hikmah.
Sesampai di rumah, ternyata rumah sedang kosong. Ayahnya sedang keluar kota, ibunya yang tengah mengunjungi tante di Tegal. Walau perutnya terasa sangat lapar, tapi dia merasa malas untuk makan, berjalan perlahan dia memasuki kamar. Kejadian tadi masih selalu berputar di benaknya, menari-nari menggoda keimanan Cinta. Tatapan pemuda itu yang teduh dan menyejukka. Astagfirullah…
***
Seperti biasanya Cinta selalu terbangun saat suara adzan Subuh di Masjid yang hanya berjarak 50 meter dari rumahnya begitu merdu memecahkan kesunyian kegelapan dan udara yang masih dingin, bahkan mentaripun masih berada dibelahan bumi bagian timur. Cinta membuka matanya perlahan, tak lupa mengucapkan syukur karena Sang Maha Menjaga tetap menjaga malamnya dan masih mengijinkan Cinta membuka mata dan menghirup kesejukan pagi ini. Ibu selalu saja yang pertama bangun dan sudah mulai sibuk dengan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Aku peluk ibu dari belakang.”Ibu, hemmmm bau masakannya menggoda.”
“Kamu ada-ada saja, sana mandi dan segera shalat subuh, sebentar lagi ibu juga selesai.”
Cinta beranjak ke kamar mandi. Mandi dan tak lupa mengambil air wudhu. Subahanallah, begitu sejuk nikmat-Mu, tapi lagi-lagi bayangan kejadian itu kembali mengusiknya. Pemuda itu yang memiliki tatapan begitu teduh. Cinta mulai takut, jika dia tak mampu menahan perasaan ini. Dia merasa bersalah atas kecerobohannya, yang tidak dapat menjaga pandangannya. Walaupun itu bukan seutuhnya kesalahannya. karena memang tak sengaja. Hari ini tugas kuliah begitu menumpuk, sehingga memaksa Cinta sepulang kuliah mengunjungi perpustakaan untuk mencari bahan makalahnya, dan hal yang tak terduga, ternyata penjaga perpustakaan itu dia. Denyut jantung Cinta berubah dalam hitungan detik menjadi lebih cepat dari biasanya, ada air bening dimatanya. Entah mengapa, tapi dia takut. saat dia telah menemukan buku yang dia cari, Cinta segera menuju ketempat petugas perpustakaan itu, yang tak lain adalah pemuda yang telah membuatnya galau. Cinta tak berani mengangkat wajahnya. Dia selalu tertunduk, dia takut jika pemuda itu tahu bahwa dia yang telah membuat Cinta seperti ini.
“Sepertinya saya pernah bertemu anda, Oh yah saya ingat. Anda adalah wanita yang kemarin tak sengaja saya tabrak di toko buku Hikmah.”
“yah, oh yah maaf, saya harus segera pulang karena tugas kuliah saya sudah menunggu.” Cinta yakin, pemuda itu merasakan kegugupannya yang ternyata tak mampu dia tutupi. Dengan cepat Cinta melangkah meninggalkan Perpustakaan Nurul hidayah. Astagfirullah…
Dia petugas baru disana, namanya Yusuf. Cinta sempat melihat nama yang tertera di kemejanya. Hari-hari berikutnya, karena Cinta memang suka membaca atau memang itu adalah perpustakaan yang selalu membuatnya nyaman berada di sana. Tak jarang saat cinta membutuhkan ketenangan untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar membaca buku-buku islami, dia akan memilih tinggal disana menghabiskan waktu berjam-jam dari pada di rumah yang tak jarang adiknya sering meminta Cinta mendengarkan curhatnya. Cinta tak sadar kalau pemuda itu slalu memperhatikannya, dan dari kebiasaan memandangi wajah cinta yang putih bersih. Dia memberanikan diri menghampiri cinta dan duduk tepat dihadapan Cinta.
“Kamu suka baca buku yah cinta?”
“Kamu tahu nama saya. Iyah saya lebih suka bersahabat dengan buku-buka ini daripada keramaian.” Cinta tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari tulisan yang ada dihadapannya.
“Apakah kehadiranku mengganggumu?”
“Oh tidak, sama sekali tak menggangguku” Cinta takut untuk menatap Yusuf, karena dia takut Yusuf bisa membaca ketegangannya.
“Aku hanya ingin menitipkan ini.” Yusuf hanya meninggalkan sepucuk surat dan kotak jingga mungil yang kini berada tepat di hadapan Cinta, lalu Yusuf pergi meninggalkan perpustakaan itu karena memang jam tugasnya telah selesai.
Saat Yusuf berjalan meninggalkan perpustakaan. Cinta baru berani memandang tubuh yang tinggi dengan penampilan sederhananya berjalan meninggalkan sesuatu yang kini berada di hadapannya, dengan ragu Cinta menggapai surat itu. Tak dia pungkiri jika ternyata dia gugup dan sedikit ragu dia mulai membaca.
Aku tak mengerti apa yang ada di hati ini
Setelah kejadian sebulan yang lalu di toko buku hikmah
Aku tak menyangka Allah mempertemukanku denganmu lagi disini
Saat hari kerja pertamaku
Aku lihat dari jarak 10 meter seorang wanita dengan rock coklat, blus merah muda dan terbalut jilbab jingga
Kamu menarik perhatianku
Saat kau mengampiriku untuk menunjukan buku yang akan kamu pinjam
Aku tahu, namamu Cinta
Memang nama itu cocok untuk wanita semanis dirimu
Aku tahu surat ini lancang, tapi aku tak memiliki keberanian untuk mengatakan bahwa aku selalu tak bisa mengalihkan pandanganku darimu
Ini tak seindah dirimu, tapi aku yakin ini Cantik untukmu Cinta.
Semoga Allah selalu menuntunmu
Yusuf
Cinta memberanikan diri membuka kotak kecil itu. Ternyata sebuah kalung putih dengan sebuah hati bermata cantik berkilau. Ada kertas kecil di dalamnya. “tolong kamu jaga”. Yusuf, nama itu yang pertama mencoba mengetuk hatiku. Cinta bahkan tak tahu, apakah dia masih berani bertemu Yusuf lagi.
Seminggu sudah Cinta tak berani mengunjungi perpustakaan itu, hanya saja makalahnya yang memaksanya untuk kembali kesana. Saat pertama kali masuk, ada hawa yang tak lagi dia rasakan nyaman. Dia tahu bahwa dari pertama dia masuk, Yusuf telah memperhatikannya, hingga akhirnya Cinta tak bisa menghindar dari Yusuf, karena dia harus menunjukkan buku yang akan dia pinjam. Tak ada perkataan yang mampu keluar dari mulut mereka berdua, tapi Cinta ternyata memiliki keberanian untuk mengangkat wajahnya, dan yang tak diinginkan pun terjadi, mata mereka bertemu, dengan segera Cinta menunduk dan mengambil buku yang dia pinjam dan berjalan cepat meninggalkan Yusuf.
“Cinta…” Dengan setengah berteriak Yusuf berusaha menghentikan langkah Cinta, tapi tak sedikitpun cinta memperlambat langkahnya.
Dengan lirih Yusuf berkata “Maafkan aku”.
Beberapa hari kemudian Cinta mengembalikan buku yang dia pinjam, terselip secarik kertas jingga didalamnya. Dengan takut Yusuf membacanya.
Maafkan aku yang tak bisa mengendalikan pandanganku
Yang tak bisa meneguhkan hatiku,
Bahkan saat ini aku tak bisa menjaga perkataanku
Bahwa aku takut saat aku bertemu kamu
Aku takut tak mampu mengendalikan hatiku
Maafkan aku, biarkan saat ini aku menikmati kesendirianku
Jika aku Diciptakan oleh-Nya untukmu
Maka suatu hari engkau akan mengenalku lebih dari ini
Cinta
***
Saat Cinta melihat jam di handphonenya, ternyata waktu telah menunjukkan pukul 19.30 waktu setempat. Akhirnya dia menyadari bahwa inilah yang terbaik. Dan bukankah setiap orang berhak memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Karena itu Cinta lebih memilih sedikit menjauh dari Yusuf. Bukan berarti dia tak menaruh hati pada Yusuf, tapi karena dia sendiri takut terkalahkan olah perasaan itu, yang memang menurut Cinta belum waktunya dia memikirkan itu. Biarkan waktu yang akan jawab semua yang ada di benaknya ataupun pertanyaan-pertanyaan Yusuf yang tak mampu terjawab olehnya. Aku masih ingin sendiri dan menyerahkan hati pada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar